Monday, October 17, 2011

Bukan Permainan

Sesungguhnya ada satu kebutuhan kita sebagai manusia yang sangat mendasar dan vital melebihi kebutuhan pangan, sandang, papan dan rasa aman dari rasa takut. Yaitu kebutuhan kita untuk menghamba kepada Tuhan Penguasa Alam Semesta! Sebuah kebutuhan yang hakikatnya tidak akan bisa diserupakan dengan semua kebutuhan yang ada dalam hidup kita. Agar keinginan untuk meraih kebaikan sejati dan menghindari segala bentuk keburukan menemukan bentuknya.
Tapi entah kenapa diantara kita tidak menyadarinya. Kita sibuk menghabiskan waktu untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan yang kita anggap penting, atau dipenting-pentingkan. Kita terlena dalam kesibukan itu hingga tidak sempat bertanya lagi, benarkah apa yang kita kejar selama ini adalah deretan kepentingan yang tidak bisa ditawar lagi? Atau sebenarnya ada banyak kepentingan di luar itu yang sejatinya jauh lebih kita butuhkan.

Terlena Kesibukan
Kita tidak sedang bermain-main dengan hidup, sebab waktu yang berlalu tidak bisa diputar kembali. Apapun pilihan kita kini, ialah yang akan memberikan hasil di kemudian hari. Alih-alih meraih kebahagiaan, kita bisa saja malah terperosok ke dalam kehancuran karena keliru memilih. Dan hal itu, seringkali, akibat kemalasan kita menggunakan sedikit waktu untuk berfikir tentang makna hidup yang sebenarnya.
          Karena sesungguhnya, hakikat kita sebagai manusia adalah kalbu dan jiwa kita. Dimana kualitas kepuasannya bukan sekedar pada tumpukan materi belaka, hal yang kini banyak dipercaya manusia. Namun juga, dan ini jauh lebih penting, kenyamanan kalbu dan jiwa kita. Rasa nyaman yang sebenarnya. Bukan tipuan atau kepura-puraan.
          Kita harus percaya bahwa mengabaikan kalbu ibarat menyimpan bom waktu yang suatu saat pasti meledak. Dan ketika itu terjadi, bisa jadi kita tidak siap menerimanya. Karena akibatnya sering tidak terduga. Pahit, pedih, dan mengecewakan, sedang pada saat yang sama kesempatan yang ada sudah terbuang percuma. Tidak cukup waktu lagi untuk menebus kesalahan. Bubur ini tidak lagi bisa menjadi nasi.
          Kita mungkin terlalu sibuk hingga tidak sempat merenung untuk memenuhi kebutuhan kalbu. Atau kita merasa sudah berjalan diatas jalan yang benar karena mendapatkan pembenarannya dari pilihan mayoritas disekeliling kita. Meski sebenarnya dari yang mayoritas itupun mengajari kita banyak hal andai kita punya cukup waktu untuk memperhatikannya.
          Bukanlah tidak sulit bagi kita untuk menemukan manusia-manusia ingkar yang akhirnya harus menderita karena pilihan hidup mereka? Manusia-manusia yang frustasi dan kecewa, meski pada saat yang sama bergelimang dengan nikmat dunia dan berrkuasa. Seolah perolehan yang sangat mereka banggakan dahulu, tidak lebih hanya sekedar fatamorgana.

Hanya Tuhan Penguasa Alam Semesta Yang Berhak
Di alam semesta ini, tidak ada yang bisa menjadikan kalbu tenang, tentram, senang, bahagia dan nyaman, selain Tuhan Penguasa Alam Semesta. Bukan karena Dia-lah Sang Pencipta yang karenanya menjadi paling tahu mengenai ciptaan-Nya. Jadikan agama sebagai sebagai rahmat, petunjuk, obat penawar kalbu, nasihat, ruh, wasiat dan segala kebaikan bagi manusia.
          Ikatan-ikatan hati bernama agama yang berjalan beriringan dengan ilmu tentang batas boleh dan tidak, kemudian dilanjutkan dengan kepasrahan bernama ibadah sepenuh keikhlasan hati dan perbuatan, adalah kunci sukses meraih kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang dalam dan berjiwa, menentramkan, menebarkan manfaat, serta memuaskan semua pihak.
          Namun, tidak banyak manusia yang percaya, bahkan mereka yang menyatakan diri sebagai ahli agama atau ahli ibadah sekalipun. Mereka lebih suka mempercayai cara meraih kebahagiaan dari gaya hidup hedonistik materialistik, hanya mengejar kesenangan materi yang sesungguhnya tidak berjiwa itu.
          Faktanya, tumpukan materi itu memang bisa menjadi sarana bersenang-senang. Hal yang gampang terlihat dan langsung bisa dirasakan, sehingga banyak menipu manusia. Tapi di sisi lain, mereka kehilangan nurani karena mementingkan diri sendiri, juga kehilangan hakikat kenikmatan hidup.
          Kita sering lupa, atau pura-pura lupa bahwa kebahagiaan, kelezatan dan kenikmatan hidup yang sejati bukanlah hal yang rumit dan sulit. Ia ada pada keseimbangan jiwa dan raga, lahir dan batin, individual dan sosial, juga materi dan non materi. Dan hanya Tuhan Sang Penguasa Alam Semesta yang tahu komposisi tepat untuk itu semua.
         
Perolehan Yang Menipu
Dari sini, sesungguhnya tidak ada kebaikan, kenikmatan, kebahagiaan, kelezatan dan kesenangan yang bisa diperoleh tanpa menyertakan Tuhan sebagai Penguasa Alam Semesta ini. Karena hanya Dia, dan memang hanya Dia yang menjamin perolehan kebahagiaan bagi manusia. Ilmu-Nya sangat luas meliputi segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang terbaik yang dibutuhkan manusia, melebihi pengetahuan manusia akan diri mereka sendiri.
          Hingga jika ada manusia yang merasa bisa meraih sukses, padahal dia meninggalkan Tuhan, sesungguhnya dia tertipu. Keadaannya seperti meminum racun berasa lezat. Mematikan, meski sepintas tampak baik-baik saja. Bahaya yang mengancam mereka berlipat ganda tanpa mereka sadari. Dan itu tak akan pernah sebanding dengan kesenangan yang mereka dapatkan. Lalu, apakah hal ini masih disebut sebagai sebuah kenikmatan?

Masa lalu tidak mungkin berbohong...
Masa sekarang adalah perjalanan...
Masa depan adalah rahasia...

Budhi Cahyadi

1 comment:

Yang ingin memberikan komentar dipersilahkan