Friday, November 18, 2011

HEDONISME


Kata hedonisme diambil dari Bahasa Yunani hēdonismos dari akar kata hēdonē, artinya "kesenangan".

Menurut Wikipedia arti dari Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.

Dalam era globalisasi dewasa ini yang ditandai dengan semakin ketatnya persaingan di segala bidang, merupakan suatu realitas yang tak dapat dipungkiri dan tak mungkin dihindari oleh setiap orang yang hidup di zaman ini. Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi, lebih-lebih media elektronik telah menawarkan suatu gagasan baru ke seluruh dunia tanpa memperhitungkan dampak-dampak negatif yang dapat ditimbulkannya terhadap norma agama dan moral manusia.

Promosi bertubi-tubi yang dilancarkan oleh berbagai media massa telah menawarkan kenikmatan hidup dengan gaya modern, konsumtif dan jet-set (mewah). Gaya hidup yang dituntut dan dikejar oleh hampir setiap orang sebagai pelaku kehidupan modern adalah kehidupan yang bebas tanpa batas, baik batas etika kesopanan dan moralitas. Roda kehidupan yang dipacu dengan akselerasi tinggi hingga menjadi cepat panas, disamping juga ketatnya dunia kompetisi, khususnya di bidang ekonomi dan prinsip-prinsip pemenuhan kebutuhan serta keinginan manusia, telah memaksa manusia kini tidak lagi berperilaku dan bertindak manusiawi tetapi dengan semau gue (seenaknya sendiri).
Bagi banyak orang, mencari rejeki yang halal dan baik nyaris dianggap suatu pekerjaan yang sia-sia. Adanya peluang untuk korupsi, kolusi, manipulasi dan sejenisnya yang berseliweran di depan hidung, benar-benar membuat mata mereka menjadi "silau". Rangsangan manipulasi dan kolusi itu menjadi "klop" manakala kita melihat keadaan ekonomi yang semakin sulit akhir-akhir ini. Susahnya mencari pekerjaan, harga barang-barang kebutuhan yang terus melambung serta gaya hidup yang semakin men-jetset hingga membuat kebanyakan manusia jadi lupa diri, tabrak sana tabrak sini tanpa memperdulikan norma agama dan moralitas, yang penting duit (uang) bisa didapat dengan mudah walupun harus dengan cara yang kotor dan keji.

Apabila diingatkan, baik dengan teguran-teguran religi yang tersirat maupun yang tersurat, sungguh yang keluar dari bibir mereka adalah kata-kata pembelaan, "Jangankan cari rejeki yang halal, yang haram saja susah !", begitu sering dilontarkan. Hidup dinilai hanya untuk saat ini saja, mereka tidak lagi dilhami oleh kehidupan masa depan yang bersifat surgawi nan kekal dan abadi. Orang-orang itu hanya menghargai kekayaan dan kemewahan dengan segala yang berhubungan dengan kehinaan dan kerendahan moral. Dan mereka tersentak ketika melihat atau dipamerkan sesuatu yg sifatnya materialistik, gaya, gaul, eksistensi berlebih, narsisme, untuk segera membalas dengan cara yang lebih daripada itu. Mereka akan mencela orang yang tidak ikut berkecimpung dalam perebutan materi tersebut betapapun orang itu baik budi dan berwatak mulia.

Ini semua mengindikasikan bahwa materi berada di atas segala-galanya dan telah menjadi sesuatu yang menentukan tujuan hidup sehingga mempengaruhi cara berpikir dan bertindak secara total, bukan lagi sebagai sarana dan alat untuk mencapai tujuan hidup tersebut.

Bila kemaksiatan sudah menjadi suatu kebiasaan (bahkan sudah menjadi suatu kenikmatan), apalagi kalau bukan pembelaan dan pembenaran yang menjadi andalan. Sederet kata-kata yang menjijikan pun akan meluncur dengan deras dan fasih-nya dari bibir mereka yang secara otomatis menjadi pandai bertutur bak tukang obat kaki lima di pinggir jalan. "Saya ‘kan hanya menerima pemberian orang...Lagi pula saya tidak memaksa kok...! Yah..,saya kan cuma sedikit, lihat tuh babe-babe kita dapatnya lebih banyak". Dan ketika diingatkan, itu salah  dengan dalil-dalil agama: "Orang yang menyogok dan yang disogok, dua-duanya masuk Neraka". Mereka menjawab lagi :"Tapi saya berbuat demikian ‘kan untuk menafkahkan anak-isteri ..., bukankah menafkahkan keluarga juga termasuk amal soleh ?".

Begitulah manusia yang sudah dibutakan oleh kecintaan pada dunia, mula-mula hanya ikut menikmati, makin lama makin menjadi, pada akhirnya menjadi ideologi yang akan dibela sampai mati. Mereka hanya berorientasi kepada uang, peluang, dan senang-senang. Inilah sekelumit gaya hidup hedonisme (hanya mencari kesenangan duniawi saja) dan materialisme (hanya mementingkan materi semata) yang tengah melanda masyarakat kita dan orang-orang yang hidup di akhir abad ke-20 ini. Maka bila hal ini tidak disadari dan diwaspadai akan menjerumuskan masyarakat kepada masyarakat yang Dehumanis, Apatis dan Hedonis.

Mereka menganggap kemanusiaan adalah suatu komoditi yang tak diperlukan lagi. Mereka berteriak-teriak : "Jangan pikirkan hari esok, hidup cuma untuk hari ini, jangan perdulikan orang lain, yang penting perkuat diri. Jadikan dirimu populer meskipun dirimu bodoh dan biarkan mereka berduyun-duyun bersimpuh dalam tali sepatu kekayaan dan kekuasaanmu". Itulah gaya hidup para wajah dunia materialistik.

Ciri-Ciri Manusia Yang Terjebak Dalam Hedonisme:
  1. Sok kaya, meskipun dalam kehidupan sehari-hari sangat jauh dari kesan manusiawi
  2. Sok gaul, sehingga apapun akan dilakukan agar supaya eksistensi diri tetap terjaga
  3. Ingin terlihat fashionable
  4. Sok kecakepan (CINTA DIRI SENDIRI YANG BERLEBIHAN/NARSISME)
  5. Lebih mementingkan gaya dari pada otak
  6. Suka meniru niru (followers) dari pada menjadi trendsetters
  7. Rasa nasionalisme yang rendah
  8. Hanya membaur sebatas golongan2 tertentu saja
  9. Sok kebarat baratan dan menganggap rendah kebudayaan sendiri
  10. Tingkat kreatifitas yang rendah
  11. Tingkat konsumerisme yang tinggi (besar pasak dari pada tiang)
  12. Tingkat produktifitas yang rendah (pemalas)
  13. Tingkat kepedulian sosial yang rendah
  14. Suka menilai manusia hanya dari fisik saja bukan dari kepribadian dan kapasitasnya (cenderung RASISME)
  15. Menganggap moralitas/agama/norma/etika adalah hal yang bukan utama

Kekayaan dan kekuasaan memang penting, lebih dikarenakan untuk membiayai dan mendukung kebaikan, moralitas dan etika sosial yang berlaku, dan menjadi senjata untuk menundukkan kejahatan, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan tetapi lebih untuk kepentingan dan kesejahteraan seluruh manusia di manapun berada.

Semoga kita semua terhindar dan dijauhkan dari hal-hal serta sifat-sifat tersebut di atas, begitu juga keturunan kita, sanak dan saudara serta kerabat dekat kita.

Amien………

Budhi Cahyadi
Dari berbagai sumber



No comments:

Post a Comment

Yang ingin memberikan komentar dipersilahkan